Seni Sastra: Peraih Anugerah Buku Pilihan Sagang 2009, Sobirin Zaini
Sobirin Zaini adalah satu dari sastrawan muda paling produktif di Riau. Selain karya-karyanya telah dimuat di berbagai media massa, juga telah masuk dalam buku-buku antologi.
Terakhir, puisi-puisi terbaiknya telah pula dibukukan dengan tajuk Balada Orang-orang Senja yang terpilih sebagai peraih Anugerah Sagang 2009 kategori buku pilihan.
DARAH seni telah mengalir dalam tubuhnya sejak masih kanak-kanak. Selain ayahnya seorang penggiat seni drama di kampungnya, abangnya juga seorang sastrawan muda.
Meski dikelilingi orang-orang seni, itu bukan faktor utama yang menyeretnya masuk ke dunia sastra, namun kesamaan itu tetap memberi pengaruh pada keinginan luhurnya untuk mengabdikan diri dalam dunia kesusastraan. Paling tidak, kegemaran membaca membuat lajang satu ini semakin tunak menekuni pilihannya.
Sobirin mengisahkan, pertama kali dirinya mengenal sastra hingga kemudian juga ikut coba mulai menulis saat membaca sejumlah puisi yang ada di lembaran sastra sebuah koran yang sudah terbuang. Saat itu dirinya masih duduk di sekolah menengah di Bengkalis. Lembaran koran itu dijumpainya di lantai papan sekolahnya.
Bentuk lembaran koran itu sudah sangat kumuh sekali karena sudah terinjak-injak banyak kaki di sekolah itu. Dari sanalah kemudian dirinya tersugesti menulis puisi, meski saat itu puisi-puisinya ditulis di balik kulit buku-buku pelajaran di sekolah.
Tak disadari sejak itu tergerak hatinya untuk menulis puisi. Tak disadari dirinya juga sangat menikmati membaca sendiri puisi-puisi itu. Barangkali, hal inilah yang kemudian dirinya tahu bahwa itu adalah kepuasan batin dari sebuah kenikmatan mencipta sebuah karya sastra.
“Bagi saya menulis adalah sebuah keharusan dan keharusan itu lahir dari kerisauan-kerisauan batin yang saya rasakan dalam kehidupan ini. Kerisauan itu pun saya tuangkan dalam puisi maupun cerita pendek (cerpen). Karya yang saya hasilkan menjadi kepuasan batin yang tak terhingga,” ulas Sobirin kepada Riau Pos, Selasa (28/10).
Kerja kreatif sebagai seorang penulis puisi, baik bagi Sobirin maupun penulis-penulis lainnya merupakan sebuah pekerjaan membaca. Menyerap dan merenungi apa saja yang ada di sekitarnya yang kemudian menuangkannya kembali dalam bentuk karya sastra (dalam hal ini puisi).
Sehingga dapat berwujud sebuah media perenungan-perenungan bagi semua orang yang membaca dan menikmatinya. Semua proses pembacaan dan perenungan yang selama ini mendera ditekuninya dengan sublimasi ide dan inspirasi yang dibalut dengan segenap imajinasi sehingga lahir dalam bentuk rangkaian kata-kata yang dicoba sekuat tenaga mewujudkannya dalam bentuk untaian-untaian kalimat yang mengandung nilai estetis, bermetafora dan berirama, di samping tentu harus mengandung makna, pesan dan harapan-harapan sebagaimana ciri khas sebuah puisi.
Diakuinya, banyak faktor yang mempengaruhi munculnya sugesti dalam dirinya untuk menuliskan apapun persoalan-persoalan humanisme di sekitar dirinya yang kemudian hal itu dikenal sebagai sebuah inspirasi sehingga puisi lahir.
Tentu sekali, persoalan-persoalan itu tak lain adalah persoalan humanisme sebagai kosmologi dimana ia kemudian menjadi ruang dimana dirinya mencipta. Kerja kreatifnya ini dimulai ketika persoalan-persoalan humanisme itu mengusik hati hingga menimbulkan banyak kerisauan-kerisauan tersendiri yang baginya, hal itu harus dan mesti dituangkan kembali dalam bentuk puisi yang kemudian diharapkan dapat menjadi media perenungan bagi banyak orang.
Menilik karyanya yang dipilih Yayasan Sagang, Sobirin menjelaskan bahwa semua puisi-puisi yang terlanjur lahir dari tangannya itu adalah sebuah reaksi dari kerisauan-kerisauan yang dirasakan pada sejumlah persoalan-persoalan yang terjadi pada dirinya dan orang lain.
Persoalan humanisme yang kemudian berwujud sebuah karya bernama puisi itu adalah manifestasi dari upaya-upaya perenungan yang coba direkam dan dedahkan kembali. Bicara tentang humanisme tentu banyak soal lain tentang itu, seperti cinta dan harapan-harapan. Sifat cinta yang kadang absurd dan universal yang ada dalam setiap diri kita itulah yang kemudian menarik baginya sehingga ia banyak menjadi inspirasi tersendiri dari puisi-puisi yang lahir dan terkumpul dalam buku ini.
“Saya berharap, tema-tema cinta yang universal yang didalamnya juga tersirat sebuah kecintaan saya terhadap tanah kelahiran saya (dengan segala persoalanya) dan orang-orang yang ada di sekitar saya, menjadi inti inspirasi dari puisi-puisi yang saya tuliskan itu. Sehingga saya kemudian berharap, ia dapat menawarkan berbagai interpretasi lain bagi siapapun yang coba membaca dan menikmatinya,” ucapnya panjang lebar.
Lantas darimanakah gagasannya lahir? Seperti juga harapan setiap penulis, gagasan awal hadirnya buku ini tentu adalah bermula dari upaya-upaya publikasi secara luas sehingga ia dapat hadir di hadapan banyak pembaca, di samping sebagai sebuah keinginan untuk mendokumentasikan karya-karya yang sebelumnya tersebar di berbagai media.
“Karena puisi-puisi yang ada dalam buku ini hampir seratus persen puisi-puisi yang pernah saya kirimkan dan dimuat di sejumlah media. Ratusan judul puisi-puisi itu lahir dari sejak awal proses penulisannya hingga saat ini,’’ ungkapnya.
Karya-karyanya yang telah diterbitkan? Sobirin menyebutkan, buku yang diterbitkan yang memuat puisi-puisinya secara tunggal baru satu yakni Balada Orang-orang Senja. Penerbitan buku ini adalah bagian dari program Badan Kerjasama Kesenian Indonesia (BKKI) Riau yang diketuai Budayawan Husnu Abadi bekerjasama dengan penerbit UIR Press Pekanbaru.
Sedang puluhan buku-buku lain yang juga memuat puisi-puisinya adalah berupa antologi bersama, yang mayoritas diterbitkan oleh Sagang dan penerbit lain yang ada di Pekanbaru.
‘’Saya sangat berterima kasih diberikan anugerah ini dan bagi saya anugerah ini adalah tamparan serta tantangan untuk saya terus berkarya dan berkarya,’’ katanya.(fia)Laporan FEDLI AZIS, Pekanbaru fedliazis@riaupos.com
Sumber:http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=6163&kat=7
0 komentar:
Posting Komentar