Oleh Mardianto Manan
Pada saat Bumi Jalur Kuantan Singingi didatangi oleh Wakil Presiden, sepanjang umur saya baru satu kali dikunjungi seorang penjabat tertinggi di Republik ini, dalam agenda Helat Akbar Rakyat Pacu Jalur yang telah tercantum dalam even nasional bahkan internasional. Semoga dengan kehadiran Bung Yusuf Kalla tidak membawa kekalahan perkembangan pacu jalur, karena selama ini terkesan pacu jalur hanyalah menjadi ajang orang Kuansing selalu dalam posisi kalah dan terkesan menghamburkan uang, mulai dari memecahkan celengan dirumah, sampai dengan menggrogoti APBD Kuansing yang notabene juga berasal dari uang rakyat juga.
Kenapa demikian ? karena menghadirkan seorang camat untuk pembukaan pacu jalur tingkat desa, sang kepala desa sudah keteteran mencari sumbangan ke toke, alhasil setiap pacu jalur harga karetpun turun, hari ini mulai turun dari Rp. 8.300/kg turun menjadi Rp. 8.000/kg, saya yakin dalam beberapa hari ini harganya pasti akan turun drastis, masa lalu telah membuktikan demikian halnya, karena para penjabat negeri ini minta bantuan pada toke, maka toke dengan serempak bicara, ”haiii yaa koe lugi laa” bukan mengatakan penjabat gila, akan tetapi maksudnya mereka sangat dirugikan menurut versi mereka, walaupun toke selalu diuntungkan.
Sekarang kita mendatangkan seorang Wakil Presiden dan tiga orang Menteri (Mendagri, Pertanian dan Pariwisata), tentu berlipat ganda uang yang harus dikeluarkan oleh Pemda Kuansing yang termiskin nomer tiga di Provinsi kaya ini (Data Balitbang 2005), kemana mencari uang sebanyak itu. Saya yakin seorang Wapres kita akan mengeluarkan uang setengah milyar, dan rerata seorang menteri tiga ratusan juta, maka minimal satu setengah milyar uang yang dikeluarkan untuk petinggi republik ini saja, belum lagi uang untuk gubernur dan rombongan lainnya, Masya Allah besarnya tidak akan kurang dari tiga milyar rupiah.
Namun hari ini adalah ajang pembuktian seorang bupati baru terpilih Bung Sukarmis, dan Bang Rusli jika ingin mencalonkan gubernur 2008 nanti, mungkin juga Bung Yusuf Kalla berminat pula jadi presiden. Apakah mereka berpihak pada masyarakat atau berpihak pada penjabat, artinya kedatangan Wapres dan rombongan tidak akan memberatkan masyarakat tempatan, karena semua kita tahu bahwa Bung Yusuf Kalla adalah Ketua Umum Partai di Republik Indonesia, sedangkan Bang Rusli Zainal Ketua Partai Provinsi Riau, serta Sukarmis adalah Ketua Partai di Kabupaten dengan warna partai yang sama. Artinya keberpihakan disini adalah bahwa kedatangan Wapres dan rombongan tidak akan menggrogoti uang masyarakat tempatan, paling-paling dikeroyok bersama (Pusat, Provinsi dan Daerah) oleh partai yang sama pula, semoga.
Sekilas Pacu Jalur
Pacu Jalur adalah suatu Budaya asli masyarakat tempatan yang bernuansa partisipasi masyarakatnya sangat tinggi, tumbuh dan berkembang dari grass root (akar bawah) dalam masyarakat berkampuang dan bernagori, yang laksanakan dalam proses yang panjang, mulai dari mencari jenis kayu yang cocok untuk ditakik sampai dipacukan pada aroma bulan agustusan ini, semua penuh dengan nuansa partisipasi masyarakat tanpa intervensi dari pemerintah, termasuk dari segi pembiayaannya. Makanya jika kini orang menyebut dengan istilah bottom up planning, artinyo sagalo rencana pembangunan harus barasal dari bawah, agar pembangunan betul-betul merasa dimiliki oleh masyarakat.
Semua itu telah dipraktekkan oleh Rang Rantau Kuantan dalam bentuk serentetan pacu jalur disetiap kecamatan di bulan agustusan ini. Maka dengan adanya rutinitas kegiatan ini yang sudah berumur satu abad lebih maka keluarlah motto mantan kabupaten lama Inhu dulu yaitu “Dayung serempak, untung serentak”, diharapkan dengan didatangkannya Wapres jangan pula diubah manjadi “Dayuang sarempak, untuang sapihak” Kenapa pacu jalur saya katakan kental dengan partisipasi masyarakat dan kebersamaan ? karena pertama kali bakal kayu jalur dicinai, dijampi-jampi dan digodangkan, kemudian ditebang dan disisip sampai dengan maelo jaluar ka nagori masing-masing, segalanya dilakukan masyarakat sekampuang dan sanagori dengan khusuk, mulai dari yang tua sampai yang orang muda, semua berpartisipasi.
Makanya tak dapat dipungkiri bagi Rang Kuantan kalau maelo jalur selesai, pacupun dimulai, maka yang kawin banyak, tapi yang ceraipun juga banyak, keluarlah pameo bagi Rang Kuantan, pacu jalur adalah ajang mencari jodoh. Tetapi inilah resiko dari suatu kegiatan budaya yang mungkin hanyalah sebagian kecil keuntungan yang didapatkan secara materi, tapi sangat besar spritual atau gembira yang mereka rasakan. Pacu jalur memang mempunyai ciri khas sendiri yang tak ada tandingnya di dunia lain di bumi ini (tontulah iyo karano satu-satunya di batang kuantan nye raak).
Sewaktu bodial diletuskan pertanda pacu sudah dimulai, semua penonton pendukung bersorak sorai memberi semangat pada aduan jalurnya masing-masing. Di kala ini tak tahu lagi kain yang terlepas, rok yang melorot, salowar nan cabiak, payung yang patah bahkan anak yang terinjak oleh orang tuanya. Semua terpekik dalam kegembiraan menyatu dengan pekikan kesakitan anaknya yang terinjak, “sungguh takjub kami dengan budaya jalur ini” kata Mendagri dikala Syarwan Hamid yang menjabat, tak ada di tempat lain semeriah ini katanya, spontan jujur dan menyakinkan, saya yakin Wapres Bung Yusuf Kalla akan bicara demikian pula.
Ketika pacu digelar tebing bagaikan runtuh, suara bagaikan petir melengking, semua menyatu dalam rasa kebersamaan dan kegembiraan, “jauh lebih meriah pacu jalur ini jika dibandingkan dengan hari raya besar sekalipun”. Bahkan Bung Sukarmis sewaktu melobbi Wapres di Jakarta berani bertaruh bahwa pacu jalur ini merupakan ajang teramai nomor dua di dunia setelah kegiatan ibadah haji di Mekkah, tentu hal ini bisa dibuktikan oleh para pak haji seperti pak oji Sukarmis ini, karena saya dalam mimpipun belum pernah naik haji.
Dari cerita gembira semua itu, namun tentu ada kisi-kisi yang agak menyesakkan dada semua, yakni jika gembira tumpah ruah di Tepian Narosa, keringat bergelimang dan tacobuar menyatu dengan air Kuantan, tenaga habis, anggaplah juara misalnya tentu tidak cukup jika satu ekor kerbau untuk dibagi orang sekampung, namun semua itu adalah demi suatu budaya dan kepuasan batin semuanya.
Namun kini hutan rimba sudah punah ranah oleh PT. RAiPP, PT DUsTA Terlama, dan puluhan perusahaan yang menggunduli rimbo gano kita, sementara nagori dapat apa ? tentu tak ada. Makanya saya yakin lima ataupun sapuluh tahun lagi horam ken ado leee, karano rimbo lahabi ka mano ken mancari kayu jalur le ru, betul kata lagu Urang Toluak tapaso ba HenPon (HP) ka Jopang lee, jalur terbuat dari fiber atau plastic, maka besok jalur kito banamo Jaluar Jopang, haa…haa… iko parolu disampen kek pak Wapres ma pak Bupati kami, baaapo caro bisuaak pacu goo.. Dikutip dari facebook Seni Budaya Kuantan Singingi
Seni-Art
0 komentar:
Posting Komentar