Fenomena Lembaga Pendidikan Tinggi Seni
Dunia pendidikan di Indonesia secara umum dalam sepuluh tahun terakhir ini mengalami kemunduran yang sangat signifikan, terutama sejak bergulirnya era reformasi. Mahasiswa seperti tidak lagi mempercayai pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah yang mereka anggap hanya menipu mereka. Informasi yang mereka peroleh lewat media massa tentang lembaga pendidikan yang tidak bermutu, pejabat pendidikan yang korup, mafia pendidikan yang merajalela, lapangan kerja yang sulit, dan kualitas dosen yang diragukan membuat mahasiswa berada dalam kegamangan prinsip untuk tetap bertahan atau keluar dari jalur pendidikan formal. Satu sisi mereka memerlukan identitas formal, sementara pada sisi lain mereka merasa tidak mendapatkan apa-apa dari lembaga formal tersebut.
Sekarang di dunia pendidikan merupakan masa-masa sulit untuk meyakinkan mahasiswa bahwa pendidikan formal itu penting. Setelah jatuhnya rezim Soeharto, eforia kebebasan melanda masyarakat Indonesia. Mereka menjadi raja untuk diri mereka masing-masing. Kepercayaan menjadi hal yang sangat sulit ditemukan. Sebaliknya rasa curiga menjadi makanan empuk sehari-hari.
Di lingkungan pendidikan formal yang lebih kecil yaitu STSI Padangpanjang, hal tersebut juga tidak bisa dielakkan. Kemunduran pemikiran tentang seni budaya baik tradisi maupun kontemporer juga dilandasi oleh ketidakpercayaan mahasiswa terhadap lembaga pendidikan formal. Sampai saat ini seni bagi mahasiswa masih merupakan sesuatu yang bersifat menghibur dan kegiatan pengisi waktu luang. Mereka belum bisa memahami bahwa seni bisa menjadi suatu profesi yang menghasilkan kemewahan, keagungan, kecerdasan, dan sebagainya.
Adalah sangat membesarkan hati bila kita menatap kembali sejarah proses belajar, dan melihat berapa seringnya pemikir-pemikir agung bermunculan di daerah-daerah sepi, di tengah suku-suku biadab dan kurun yang penuh berbagai tindasan dan kekerasan. Alangkah indahnya, dari masa-masa suram seperti sekarang ini yang penuh dengan darah, rintihan, dan lagu duka yang sedih, muncul pemikiran yang tenang dan agung, mempelajari alam dan melahirkan karya-karya seni yang monumental. Seperti contoh, Shakespeare tak mungkin mampu menulis drama-dramanya, karena ia hanyalah seorang pemuda golongan kelas menengah yang berasal dari desa, yang setelah tamat dari suatu sekolah di kota kecil terjun menjadi aktor. Tetapi kenyataan menjadi lain, Shakespeare muncul menjadi tokoh yang sampai hari ini menjadi salah satu pilar utama di dunia seni peran.
Untuk melihat lebih objektif penyebab dari kemunduran dunia pendidikan seni terutama di STSI Padangpanjang perlu dilakukan evaluasi dari seluruh persoalan yang terjadi di lingkungan STSI Padangpanjang. Evaluasi ini akan dibijaksanai oleh pengembangan sistem belajar mengajar yang mengarah pada profesionalisme di dunia pendidikan.
TUNTUT RUMAH - Belum selesainya perbaikan gedung teater membuat mahasiswa gerah dan menlancarkan aksi protes untuk merebut kembali "rumah" mereka tersebut (foto : ipunk)
Asumsi awal penyebab dari kemunduran dunia pendidikan seni di STSI Padangpanjang memiliki tiga faktor yaitu kemiskinan, kesalahan, dan hambatan yang disengaja. Kemiskinan. Kebanyakan mahasiswa STSI Padangpanjang berada sedikit saja di atas tingkat hidup minimal. Mereka hampir-hampir tidak mampu untuk membeli buku dan membayar uang sekolah (SPP). Sedangkan pendidikan tergantung pada unsur-unsur tradisi, organisasi, dan kelengkapannya. Kalau hal ini tidak terpenuhi untuk 50 tahun saja, maka dunia ini akan dipenuhi oleh mereka yang buta huruf. Hal ini perlu mendapat kajian lebih lanjut.
Kesalahan. Adalah sangat menyakitkan nurani bila diingat berapa banyak pikiran yang baik telah sia-sia, dihambat atau mendapat pengarahan yang salah, disebabkan kesalahan dalam sistem pendidikan. Sering kali bahwa suatu pendidikan yang baik hanya ditawarkan kepada kelompok yang terpilih, sisanya dibiarkan merana dalam kebodohan.
Terdapat tiga kesalahan yang menyebabkan lemahnya pendidikan masa kini yaitu pertama ada kecenderungan bahwa sekolah seni diadakan terutama untuk melatih mahasiswa untuk mampu bergaul, berintegrasi dengan kelompoknya, melengkapi mereka dengan keterampilan seni, mampu menyesuaikan diri dengan keluarga dan masyarakat. Sesungguhnya semua itu hanyalah salah satu dari tujuan kegiatan pendidikan. Tujuan yang lainnya yang sama pentingnya atau bahkan lebih penting lagi adalah melatih pemikiran individu seintensif mungkin dan mendorongnya ke arah pemikiran yang beraneka ragam, sebab kebanyakan dari kehidupan kita yang pokok adalah bersifat pribadi, dan di tengah berkecamuknya kebudayaan massal adalah penting untuk mempertahankan kebebasan pribadi.
Kesalahan kedua adalah terletak pada kepercayaan bahwa proses pendidikan terhenti sama sekali setelah kedewasaan mulai. Banyak sekali dosen muda meninggalkan kemampuan kritis mereka. Keadaan seperti ini tak beda dengan seorang yang belajar teater namun tak lagi mengikuti pagelaran atau bermain untuk satu pertunjukkan.
Kesalahan ketiga adalah terletak pada suatu gambaran yang salah bahwa proses belajar dan mengajar haruslah memperlihatkan hasil yang segera, yang membawa keuntungan, dan membawa kita ke arah keberhasilan. Memang benar bahwa pendidikan dimaksudkan untuk perkembangan kepribadian secara keseluruhan. Namun adalah tidak mungkin, bahkan tidak dikehendaki untuk mengemukakan bahwa kebanyakan dari materi pokok pendidikan akan menyebabkan mahasiswa menjadi kaya atau menempatkan mereka memiliki jabatan tertentu.
Hambatan yang Disengaja. Telah sering terjadi, bahkan hari ini, terdapat mereka yang mencanangkan bahwa sekumpulan pengetahuan tertentu harus dimusnahkan, atau sedemikian dibatasinya sehingga menjadi sangat rahasia. Bukan disebabkan karena fakta-fakta yang dikemukakannya keliru, atau disebabkan rasa takut bahwa hal itu akan memengaruhi moral orang yang tidak bertanggungjawab. Namun disebabkan bahwa jika hal itu diketahui orang secara luas, pengetahuan itu akan merupakan bahaya bagi golongan, organisasi politik, organisasi agama, organisasi sosial tertentu.(**)
Sumber:http://pituluik.com/fenomena-lembaga-pendidikan-tinggi-seni
0 komentar:
Posting Komentar