Pendidikan Musik : Masalah, Sebab dan Akibatnya: Yogi Handika H L
Secara umum Juju Masunah mengatakan dalam makalahnya; Diharapkan pendidikan seni memiliki peranan dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis antara logika, etika, rasa estetis, dan artistik dalam pengembangan kreatifitas, dan dalam menumbuhkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap keragaman budaya (Yayah Khisbiyah, Pendidikan Apresiasi Seni, 2004: 123). Pertanyaan yang mesti dijawab; sudahkah pendidikan seni musik menjalankan peranannya?
Ditinjau dari beberapa kenyataan di lapangan, pembelajaran seni musik di lembaga-lembaga pendidikan formal (selanjutnya disebut sekolah), belum dapat memikul “beban pendidikan” seperti yang juga dijelaskan di dalam “Tujuan Kurikuler” dari GBPP 1984 untuk “Pendidikan Seni Musik SMA” dan di dalam buku “Pendidika Kesenian I (Musik)”, untuk PGSD guru kelas oleh Bapak Jamalus dan Bapak Hamzah Busroh yang diterbitkan oleh Depdikbud pada tahun 1991/1992 (sebelum kurikulum baru, yaitu kurikulum “Pendidikan Seni” 1993/1994 dirumuskan). Untuk membuktikan hal tersebut cukuplah kita mendatangi sekolah-sekolah terdekat di lingkungan sekitar tempat tinggal kita. Perhatikan dan dengarkan, bagaimana masyarakat sekolah tersebut menyanyikan lagu Indonesia Raya karya W. R. Soepratman di saat upacara bendera atau pun acara-acara lainnya. Apabila kita perhatikan, dengarkan dan kita telaah secara seksama, maka masih banyak dapat ditemukan kesalahan dalam cara menyanyikan lagu tersebut, baik menggunakan vokal maupun instrumental. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi penguasaan melodi, pola ritme, tempo, harmoni, dan dinamik dalam lagu yang diinginkn si pencipta lagu sendiri.
Dieter Mack menilai; …seperti misalnya lagu-lagu Ibu Sud, Cornel Simanjuntak dan lain-lain. Saya setuju dan mengakui bahwa karya-karya orang itu amat penting bagi nilai-nilai bangsa Indonesia dalam rangka perjuangan kemerdekaan dan selanjutnya untuk pelestarian demikian bagi angkatan-angkatan yang akan datang. …dilihat dari segi fungsi nasional sendiri, melainkan saya sangat menghormati fungsinya sebagai teladan bangsa (Dieter Mack, Pendidikan Musik Antara Harapan Dan Realita, 2001: 7). Apabila lagu-lagu yang dianggap amat penting bagi bangsa Indonesia saja sudah tidak dapat dinyanyikamn dengan baik dan benar, bagaimana dengan menyanyikan dan mempelajari lagu-lagu lain dan memainkan alat musik untuk pelajaran seni musik di sekolah-sekolah. Mungkin terlihat terlalu mengada-ada dan terlalu membesarkan masalah, tetapi yang terjadi di lapangan memang seperti itu adanya. Dan memang terbukti secara empiris bahwa contoh kecil itu apabila ditelusuri dan dibuktikan lebih jauh, maka kita dapat menjumpai banyak ketidakberesan terhadap pendidikan seni musik di sekolah-sekolah tersebut.
Nisaul Aulia mengatakan dalam makalahnya yang berjudul “Masyarakat, Musik Tradisi, Dan Perubahannya” bahwa setiap permasalahan pada umumnya dilandasi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam lembaga pendidikan tersebut beserta unsure-unsurnya, sedangkan faktor eksternal merupakan factor yang berasal dari luar lembaga pendidikan tersebut. Kedua faktor ini saling berkaitan dan menjadi dasar sekaligus menunjang terjadinya permasalahan.
. Guru merupakan tiang keberhasilan dari proses pendidikan. Memberi ruang kreatif yang dapat meningkatkan kompetensiya dalam berkesenian adalah hal yang terpenting untuk mendapatkan perhatian khusus. Apabila baik ilmu, pengetahuan, dan keterampilan serta metode penyampaiannya (SDM seorang guru), maka baik juga hasil dari proses bermusik di sekolah tersebut. Djohan menegaskan: Dua pertanyaan penting yang ditujukan kepada para guru yang mengajarkan musik adalah: “Keterampilan apa yang dibutuhkan agar seorang anak kelak berhasil menjadi musisi?” dan “Bagaimana cara yang paling efisien untuk mendapatkan keterampilan itu?” (Djohan, Psikologi Musik, 2003: 190). Guru yang tidak memiliki keterampilan yang memadai, apalagi dengan latar belakang pendidikan yang bukan dari pendidikan seni, dapat mempengaruhi hasil dari proses pembelajaran dan pelatihan seni musik di sekolah.
Permasalahan yang paling penting di dalam proses belajar dan berlatih adalah permasalahan minat. Apabila seorang guru dengan serius memberi pelajaran dan pelatihan kepada para peserta didik namun peserta didik tidak berminat untuk menjalankan proses tersebut, maka tidaklah juga dapat menghasilkan hasil yang baik, dan demikian sebaliknya.
Ketersediaan tenaga pengajar dan alat pendukung untuk praktek musik serta pengalaman bermusik juga mempengaruhi terhadap proses dan hasil proses dari kegiatan bermusik di sekolah – sekolah. Lain halnya dalam permasalahan bakat, bukanlah suatu faktor yang dapat menjadi penyebab gagalnya proses pembelajaran musik di sekolah. Ditegaskan oleh Djohan dalam bukunya: Konsep bakat secara umum telah banyak dipertanyakan secara serius oleh para ilmuwan. Tiga orang pakar psikologi musik dari Inggris menempatkan bakat pada posisi “mitos”. Ketiga pakar tersebut adalah Richard Howe dari Universitas Exeter, Jane Davidson dari Universitas Sheffield, dan Jhon Sloboda dari Universitas Keele yang telah banyak melakukan pembuktian bahwa bakat itu ada dan menyimpulkan bahwa konsep ini tidak menjelaskan soal prestasi cemerlang dalam musik atau latihannya (Djohan, Psikologi Musik, 2003: 176)
Seiring berkembangnya teknologi ini banyak pihak yang justru mengapresiasi musik – musik yang lebih mengutamakan nilai komersil ketimbang nilai pendidikannya. Dieter Mack menjelaskan: Globalisasi dalam bidang musik sudah nampak sejak munculnya media massa dan berbagai konglomerat dengan tujuan tertentu, yaitu tujuan komersil. …..bila suatu karya seni hanya dibuat dengan tujuan komersial, maka pasar yang mengaturnya, bukan keinginan ekspresi oleh seniman tersebut (Dieter Mack, Pendidikan Musik Antara Harapan Dan Realita, 2001: 2).
Maka tidak heran apabila banyak kita temui di mana – mana, anak – anak lebih dapat menyanyikan lagu – lagu populer dengan baik daripada lagu – lagu wajib nasional yang memang sangat jarang (kalau tidak mau dikatakan tidak ada) ditampilkan di media – media massa elektronik. Karena terlalu sering ditampilkannya lagu – lagu popular tersebut, maka anak – anak terbiasa untuk menyanyikannya.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya hambatan – hambatan dalam proses adalah pola pikir dan kesadaran masyarakat serta keberadaan kurikulum musik itu sendiri. Keberadaan kurikulum musik dan seni adalah penting untuk menjaga humanitas dan pendidikan seni yang benar. Sebagai pendidik musik, kita harus dapat membuat perubahan dalam mendidik masyarakat. Mendidik orang tua siswa agar sadar bahwa menanamkan nilai pendidikan musik adalah jauh lebih penting dari pendidikan lainnya (Dieter Mack, Pendidikan Musik Antara Harapan Dan Realita 2001: 176).
Orientasi dan apresiasi, pembelajaran yang salah menghasilkan produk yang salah pula. Apabila murid mendapatkan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang kurang memadai, maka bekal itulah yang selalu akan mereka bawa untuk terjun ke masyarakat, sampai mereka menemukan kebenaran dengan cara lain atau tidak sama sekali. Dan itu berarti bertentangan pada UU ” Sitem Pendidikan Nasional”, 1989, bab II. “Dasar Fungsi dan Tujuan”, pasal 4, yaitu pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa….dan sebagainya dan sebagainnya.
Apabila terdapat masalah pada hasil yang ditimbulkan oleh proses bermusik itu, berarti juga tidak terlepas dari peranan guru yang mempunyai tanggung jawab besar dalam hal mendidik, memberikan ilmu, pengetahuan dan keterampilan. Jika terjadi kegagalan proses bermusik, maka gagal pula seorang guru menjalankan tanggungjawabnya. Itu berarti guru menjatuhkan martabatnya sendiri dalam dunia pendidikan.
Selanjutnya yang terjadi di masyarakat juga dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada dunia pendidikan, karena pesrta didik yang menuntut ilmu di sekolah akan kembali lagi ke lingkungan di mana tempat mereka berasal. Apabila peserta didik membawa bekal ilmu yang salah untuk terjun kemasyarakat dan mereka pun juga mengajarkan hal yang salah kepada khalayak, maka masyarakat pun mendapatkan ilmu, pemgetahuan, informasi, dan keterampilan yang salah pula. Hal demikian dapat menjadikan masyarakat berkutat pada hal yang salah – salah juga dan tidak terjadinya kemajuan bangsa yang sama – sama kita inginkan.
Akhirnya, sebagai refleksi untuk semua, Plato pernah berkata, “Di dalam pendidikan, musik menduduki posisi tertinggi karena tidak ada satu pun disiplin yang dapat merasuk ke dalam jiwa dan menyertai dengan kemampuan bertahap melebihi irama dan harmoni”. (Plato, 428-348 SM)
Sumber:http://pituluik.com/pendidikan-musik-masalah-sebab-dan-akibatnya
0 komentar:
Posting Komentar