Seniman/Budayawan Pilihan Sagang 2009:SPN Zuarman Ahmad


Pengabdiannya pada dunia seni tidak perlu diragukan lagi, terutama dalam bidang seni musik. Selain dikenal sebagai komposer dalam banyak karya, dirinya juga dipercaya memimpin sebuah orkestra di Bandar Serai Orkestra (BSO).

Meski bertindak sebagai dirijen BSO, dia juga tidak pernah menutup diri untuk bermain musik di berbagai iven, termasuk acara kawinan.
Sebagai pelaku seni yang tunak di bidangnya, Zuarman Ahmad berada di antara seni musik tradisi Melayu dan modern. Bahkan pengetahuan dan wawasannya akan kedua genre musik tersebut cukup luas dan kerap dituturkannya dalam banyak tulisan di media massa, baik Riau Pos, Majalah Sagang dan media lainnya. Tidak hanya itu, dalam berbagai diskusi dan debat-debat seni pun, pemikiran-pemi­kirannya dituangkan dan mengalir begitu saja. Gaya bicaranya yang apa adanya, terkadang terkesan bergurau tapi acapkali menjadi inspirasi bagi musisi muda untuk menghasilkan karya-karya baru.


Zuarman sendiri saat ini mengajar di Jurusan Seni Musik Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR). Sebagai dosen dan seniman yang terus menghasilkan karya-karya terbaik, dirinya juga tidak pernah merasa cukup dalam bergaul serta berbagi wawasan, baik kepada mahasiswanya maupun pelaku seni muda lainnya. Karena itu, musisi satu ini dilirik banyak pihak atas dedikasinya dalam berkesenian, salah satunya Yayasan Sagang. Untuk meraih anugerah tertinggi ini saja, Zuarman melewati masa yang panjang.
“Saya cukup terkejut atas penghargaan ini dan tentunya sangat berterima kasih karenanya,” ucap Zuarman Ahmad kepada Riau Pos, Senin (26/10).


Selama ini, kata Zuarman, sudah tidak terpikirkan lagi soal anugerah, sebab dirinya setiap tahunnya tidak pernah absen di kolom nominator Anugerah Sagang. Bahkan sudah nyaris empat hingga lima kali berturut-turut. Akhirnya, para panelis justru menetapkannya sebagai pemuncak dari sepuluh nominator kategori Seniman/Budayawan Pilihan Sagang 2009 ini. Wajar kiranya jika dirinya diberikan anugerah sebab hidupnya hanya untuk seni dan berkarya.


Sekadar ilustrasi, Zuarman sendiri sebenarnya lahir dan besar dalam lingkungan seniman tradisi,bahkan ayahnya adalah seorang musisi tradisi di kampungnya Dalu-Dalu. Mengenal dan belajar musik tradisi sejak duduk di kelas tiga Sekolah Dasar (SD).
Awalnya, Zuarman kecil belajar memainkan drum dan kerap diajak tampil bersama grup musik Orkes Rangkaian Sukma. Saat naik ke kelas lima SD, Zuarman mulai mengenal biola lewat musisi senior di kampungnya Musa Ucuik. Orang tua itu, selain mengajarkan biola juga meminjamkannya agar Zuarman kecil dapat belajar sendiri. Hasilnya, pelan namun pasti kecintaannya pada alat musik klasik itu tumbuh dan berkembang.


Sejak saat itu, keinginan untuk belajar kian menjadi. Bahkan dirinya mampu menciptakan dan mengaransmen sendiri sebuah lagu berjudul Sekuntum Melati Telah Hilang. Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Zuarman mendirikan grup band bersama rekan-rekan sebayanya dan tampil dimana-mana. Begitu juga saat duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pasirpengaraian, Rohul.


“Sejak masih kanak-kanak saya selalu bermain musik dimanapun saya tinggal. Bermain musik tidak lagi menjadi hobi tapi profesi. Bayangkan saja, saat memutuskan untuk menikah saja, saya masih berprofesi sebagai musisi dan saya optimis bisa menghidupi keluarga,” katanya panjang lebar.


Zuarman mengaku sempat nganggur beberapa saat. Hanya saja, pergaulannya semasa bersekolah di SMA 2 Pekanbaru (setahun) tidak menyurutkannya untuk memperbanyak teman dan sahabat. Saat mendengar Universitas Islam Riau (UIR) membuka Fakultas Seni Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) maka tanpa mengulur waktu dirinya berangkat ke Pekanbaru untuk mendaftar di jurusan musik. Di sini, Zuarman remaja berkenalan dengan Burhanuddin yang bertindak sebagai dosen dan guru di luar kampus.


Zuarman pun mulai bergaul dengan seniman-seniman di Pekanbaru seperti Alm Ibrahim Sattah, Alm Idrus Tintin, Alm BM Syamsuddin, Hasan Junus, Al Azhar, Taufik Ikram Jamil dan banyak lagi. Baginya, pergaulan dengan orang-orang tersebut tidak sekadar bertegur sapa melainkan belajar tentang banyak hal. Sejak saat itu, Zuarman menetap dan mengadu nasib di Kota Pekanbaru hingga hari ini. Menghabiskan waktu untuk mengabdikan diri untuk perkembangan musik di Riau.
Bagi saya, kunci untuk berkesenian dan menghasilkan karya-karya terbaik hanya didorong dua hal penting yakni proses dan ketulu­san.


“Kedua hal inilah yang terus menuntun saya dalam berkarya dan berkarya,” ujarnya.(fia)

Laporan FEDLI AZIS, Pekanbaru
fedliazis@riaupos.com

Sumber:http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=6059&kat=7